Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Jangan Remehkan Orang Desa #1

Daftar Isi [Tampil]
 
Dewii Kamaya

#Bab 1

JANGAN REMEHKAN ORANG DESA! 

"Oalah, ini istrinya Si Surya yang dari desa itu, ya?"

"Iya, Bude, kenalkan ... saya Pratiwi," ujar Tiwi. 

"Saya Budenya Surya, panggil saja Bude Har," kata Hartini. 

"Nggih, Bude."

"Ayo, Yang, kita lihat-lihat rumahnya dulu," kata Surya sambil merangkul istrinya.

"Waah, rumah kamu bagus sekali, ya, Mas. Dapurnya putih sayang berantakan. Padahal perabotannya mewah semua," kata Tiwi kagum. 

"Ya ampun, Sur, kamu dapat istri ndeso begini dari mana, to? Heran aku, lihat dapur begini saja melongo memangnya dia tinggal di hutan belantara?" tanya Hartini. 

"Maaf, Bude, di kampung saya memang jarang yang memiliki dapur bagus begini," kata Tiwi sopan. 

"Jangan-jangan, rumahmu masih gubug reot, ya? Eeh Sur ... bude jadi kepikiran, jangan-jangan dia mau kamu karena pengen naikin derajat saja," kata Hartini.

"Astaghfirullah, Bude ... derajat manusia sama dimata Allah," kata Tiwi. 

"Tapi tidak dimata manusia!" kata Hartini. Tiwi hanya menggelengkan kepala sedangkan Surya mengelus pundak istrinya. 

"Sudah, Bude, jangan ngomel terus, oh ya, Zio mana?" tanya Surya. 

"Zio ... sini kamu!" Hartini berteriak memanggil Zio. Bocah kecil berusia lima tahun tergopoh-gopoh datang menghampiri mereka. Tiwi begitu terkejut melihat Zio yang amat sangat tidak terawat. Tiwi pikir, hanya anak-anak desa yang berbaju lusuh serta kurang terawat, ternyata anak kota pun ada yang begitu. Jiwa keibuan Tiwi bergejolak, ingin rasanya menyikat tubuh anak tirinya itu hingga bersih bersinar. 

"Zio, salim sama mama!" kata Surya.

"Jangan panggil mama, dong, Mas! Kalau di kampungku panggilan mama itu buat yang ibu-ibunya PNS, guru atau kerja kantoran, kalau yang ibunya di rumah ya emak saja, paling banter ibu," kata Tiwi. Surya tergelak.

"Lho, kan, istrimu kebanyakan gaul sama kera jadinya begini ini! Panggilan kok pilah-pilih! Tapi betul juga sih, wajahnya enggak cocok dipanggil mama," kata Hartini. 

Zio plonga-plongo, Tiwi tidak tahan, dia mengambil tisu lalu mengelap ingus anak tirinya. 

"Halo Zio, ini Ibu Tiwi. Zio dari mana?" tanya Tiwi. 

"Zio ... habis layangan di depan," jawab Zio. 

Tiwi mengangguk lalu menyuruh bocah itu mandi, kebetulan, Tiwi sudah membawakan beberapa baju baru sebagai oleh-oleh untuk anak tirinya. Tiwi miris sekali melihat Zio, badannya kurus kering, dakinya dimana-dimana, dia membantu Zio mandi, digosoknya seluruh tubuh menggunakan tangan hingga daki-daki yang melekat tersebut rontok. Setelah mandi, Tiwi celingukan mencari bedak dan minyak telon namun tidak dapat ditemukannya. 

"Zio, kamu gak punya minyak telon?" 

"Enggak, Bu."

"Kalau habis mandi?" 

"Ya langsung pakai baju," jawab Zio. Tiwi menepuk jidatnya sendiri. 

"Kenapa, Yang?" 

"Gak ada minyak telon, ya? Padahal aku suka wanginya," kata Tiwi. 

"Yaudah, nanti tinggal beli," jawab Surya. Tiwi mengangguk, setelah selesai mandi, Tiwi menyuruh Zio makan bakso yang baru dibelikan oleh ayahnya. Dengan lahap, bocah iku makan baksonya seperti tidak pernah makan. 

"Pelan-pelan makannya, nanti tersedak. Ibu mau bereskan kamar kamu dulu, ya!" kata Tiwi. Zio mengangguk singkat. Tiwi merapikan kamar Zio yang hanya berisi sebuah kasur lantai serta sebuah lemari plastik yang salah satu pintunya sudah copot. Hanya ada beberapa pasang baju yang berantakan di sana. Menurut Surya, Zio adalah anak yang nakal, barang apa saja yang dibelikan selalu dihilangkan dan dirusaknya. Itulah mengapa Surya malas membelikan barang baru karena pasti akan hilang. 

Selama Surya bekerja, Zio memang dititipkan kepada Bude Har, kebetulan Bude Har mempunyai cucu yang sepantaran denfan dengan Zio, bedanya Zio tidak terawat sedangkan Reno begitu terawat dan bertubuh gemuk. 

***

Tiwi bingung, di kampungnya jam lima pagi semua orang sudah beraktifitas sedangkan di kampung suaminya jam segitu masih sepi orang berlalu lalang, Tiwi memutuskan memasak makanan seadanya di kulkas. Kebetulan, sang ibu membawakannya aneka sayur dan makanan kering dari kampung. Tiwi menepuk jidatnya karena lagi-lagi lupa memberikan oleh-oleh kepada bude suaminya. 

Tiwi menata oleh-olehnya di kresek hitam antara lain, ikan asin, ikan asap, dendeng ragi, melinjo, daun singkong juga kelapa.

Tiwi menunggu hingga lampu teras Bude Har dimatikan, lalu memberikan oleh-olehnya. Di rak sendal rumahnya, Tiwi tidak sengaja melihat sendal milik Zio yang sengaja dihadiahkan oleh Tiwi saat Zio ulang tahun beberapa bulan lalu dititipkan melalui Surya. Reno berlari ketika pintu terbuka dan mengambil sendal tersebut. 

"Sendalnya bagus," kata Tiwi. Bude Har langsung cemberut.

"Iya, memang bagus, anakku kalau belikan apa-apa memang bagus, kenapa?" 

"Gak papa, mirip punya Zio," jawab Tiwi sambil tersenyum. 

"Oh ... a-anu punya Zio hanyut di kali, bandel sekali dia itu," ujarnya gelagapan. 

"Ooh, ada kali di sini ternyata, dimana itu?" tanya Tiwi celingukan. 

"A-ada! Jaaauh! Kamu gak akan lihat!" ketusnya sambil menarik oleh-oleh dari tangan Tiwi. 

***

Bersambung . . .

Post a Comment for "Jangan Remehkan Orang Desa #1"