Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Pernikahan Tanpa Ikatan Cinta #1

Daftar Isi [Tampil]
  
Tia alzahira


#BAB 1

Kesalahan Yang Fatal

“Leaaaa!!!” 

Suara teriakan yang sangat Lea hafal itu nyaris terdengar seantereo ruangan. Kepala Lea menyembul dari balik meja, saat menengadahkan wajah, di hadapannya sudah ada Pak Odi, atasan Lea yang melotot sambil tolak pinggang. 

“Kamu dipecat!”

 Lea  terkejut. “Apa? Dipecat?”  ulang  perempuan dengan mata bulat itu, lalu memegangi jantungnya erat-erat berharap jantung yang ia sayangi itu nggak loncat keluar. 

Seketika Lea memasang tampang memelas, bicara dengan intonasi dan suara pelan. “Pak, jangan pecat aku ya. Bapak kan tau kreditan sepeda motor belum lunas, masih ada utang di kantin, utang asuransi dan belum lagi utang yang lainnya.” Lea mencoba menarik simpati Pak Odi. 

Tapi, Pak Odi yang terkenal sadis itu tak peduli dengan kesusahan yang dialami Lea. Ia tetap memecat Lea karena sudah menyebabkan kerugian. 

Iya, Lea salah mengirim alamat ke bagian pengiriman, harusnya ia menuliskan alamat  pengiriman barang ke Purbalingga malah ditulis alamat ke Probolinggo. Walaupun kedengeran nyaris sama tapi letak keduanya jauh beda. 

Purbalingga di Jawa Tengah sementara Probolinggo di Jawa Timur, yang ada pengiriman jadi molor dan parahnya si klien itu minta denda 3 kali lipat! Coba bayangin! 

Saat itu Lea hanya bisa menepuk jidat sambil mengutuki dirinya sendiri, jangan-jangan selama sekolah pas pelajaran geografi dia tidur di kelas atau bolos demi makan semangkok mie ayam di kantinnya Mpok Leha. Alamak! 

Braaak! Pak Odi menggebrak meja Lea lalu membetulkan kacamatanya yang merosot, “Udah tau kenapa kamu dipecat?” 

Lea yang kaget hanya mengangguk pasrah, semua mata tertuju pada perempuan yang berponi sejajar dengan wajah masih mengiba, Lea mencoba untuk merayu Bosnya itu sambil mengacungkan jari telunjuknya. “Apa nggak ada satu kesempatan lagi, Pak?” lirih Lea pelan namun terdengar jelas di telinga Pak Odi. 

“Nggak ada kesempatan buat kamu, cepet kamu keluar dari kantor ini!” Pak Odi mengibaskan tangan ke Lea. Lelaki yang memiliki badan kurus itu langsung membalikan badan dan berjalan ke ruangannya. 

“Harusnya nggak cuman aku yang disalahin, bapak juga salah, kenapa nggak ngasih tau dari awal kalau Purbalingga sama Probolinggo itu beda atau minimal ini kantor kasih peta yang gede gitu,” gerutu Lea.

Pak Odi membalikan tubuh lagi lalu berdehem. “Kamu nggak suka saya pecat?” tanya  Pak Odi dengan raut muka misterius, eeeh maksudnya serius. 

Seandainya aja  Lea  bisa menggeleng sambil jawab nggak, pasti dia akan bilang kalau dirinya nggak mau dipecat, saat itu Lea ingin berteriak atas ketidakadilan yang ia rasakan, bukankah setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua? 

Tapi sayangnya di perusahan ini nggak ada kesempatan lagi bagi Lea. Lea hanya mampu menggeleng dan tersenyum, lebih tepatnya senyum yang dipaksa. 

Pak Odi mengangguk dua kali lalu melirik Ghina sebentar dan melangkah ke ruangannya dengan muka bangga, setidaknya ia berhasil cari muka dihadapan Ghina. 

Sambil manyun Lea membereskan barang-barang miliknya yang ada di atas meja. Lea mengangkat pigura foto dirinya dengan Bara yang sedang tersenyum menjulurkan lidah. Sesaat ia menarik bibirnya hingga membentuk senyuman kecil. 

Nggak apa-apa dipecat, toh Lea masih punya Bara yang selalu ada buat dia. Gumam Lea sambil membereskan setumpuk kertas laporan, sekotak pulpen warna warni dan buku catatan berukuran besar, kemudian ia memandang sticky warna warni yang menempel di whiteboard.  

“Semangat Lea, Chayoo!”

“Hari ini ada pengiriman jam 11 Malam, ganbatee!”

“Besok gajian, jangan lupa traktir Emak makan di resto!”

Lea tersenyum penuh haru, perlahan tangannya mengambil sticky tersebut lalu membuangnya ke tong sampah. Hari ini tepat enam bulan ia bekerja di perusahaan exspedisi, dimana ia bekerja menjadi admin yang mengurus surat izin pengiriman barang ke luar kota, merangkap bagian keuangan juga, pokoknya nyaris semua kerjaan Lea bisa. 

Bahkan Lea juga suka lembur kalau ada pengiriman barang mendadak, belum lagi para sopir juga suka membuat ponselnya berdering hanya untuk melapor mereka sudah sampai di tempat tujuan. 

Pernah suatu malam, Lea lagi nyenyak-nyenyaknya tidur sambil ngiler dan mimpiin Bara, nggak taunya ponselnya menjerit, pas di angkat ternyata salah satu sopir yang curhat kalau bannya bocor dan minta ditransferin duit, kalau nggak muatan yang dibawa bisa telat sampai di tempat tujuan. 

Dengan mendengus kesal Lea pun akhirnya membuka aplikasi mobile banking dan langsung transfer duit. Satu-satunya kelebihan Lea itu nggak bisa melihat orang lain menderita.   

Dengan memasang muka melas, Lea lanjut memasukan benda-benda kesayangannya ke dalam kardus yang berukuran nggak terlalu besar juga nggak terlalu kecil. 

Entah kenapa Lea merasa menjelang usianya yang ke 27, hidupnya sial, udah tiga kali dipecat dari perusahaan hanya karena kecerobohan dirinya. Hanya butuh waktu lima belas menitan, Lea sudah berhasil memindahkan barang-barang miliknya kedalam kardus.

“Abis dari sini kamu mau ngelamar kemana lagi?” tanya Ghina yang tiba-tiba nongol dan pura pura prihatin ke Lea. 

Lea menggeleng tanpa menoleh ke perempuan yang selalu tampil seksi itu dan membuat Ghina semakin penasaran. “Berarti bakal nganggur dong.” 

Lagi-lagi Lea hanya mengangkat bahu, sementara Ghina menggigit-gigit pulpen semakin kepo. “Kalau dipikir-pikir di umur kamu yang segitu bakal susah nyari kerja lagi, apalagi saingannya sekarang tuh daun muda dan kinyis-kinyis,” ucap Ghea sambil tersenyum meremehkan ke Lea. 

Mendengar itu Lea terlihat kesal, nyaris ia mencekik perempuan yang ada di hadapannya, beruntung kali ini Lea malas meladeni Ghina, ia menghela napas berulang kali sambil tersenyum. 

“Siapa yang mau ngelamar kerja lagi, aku tuh tinggal di lamar aja,” ungkap Lea sambil berjalan tegak membawa kardus, berusaha pura-pura tegar walaupun hati serapuh kerupuk, lalu meninggalkan Ghina yang kali ini memasang wajah cemberut. 

Post a Comment for "Pernikahan Tanpa Ikatan Cinta #1"