Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Rahasia Suamiku #2

Daftar Isi [Tampil]
 
Eni Martini

 #BAB 2

Bon Belanjaan 3juta!

Tanganku gemetar memegang celana denim biru tua yang akan masuk ke mesin cuci, ada bon belanjaan dengan total tiga juta. Kepalaku pusing membaca barisan item belanjaan yang kecil-kecil, bercampur dengan kode-kode. Aku hanya sempat membaca beberapa nama keju yang sulit kulapalkan, aneka jenis pasta, susu balita dengan merek yang mahal. Semua itu untuk siapa? Apakah suamiku belanja diam-diam di belakangku untuk seseorang?

Tapi duitnya dari mana, dia hanya seorang driver ojol yang hanya bisa memberiku jatah sehari lima puluh ribu untuk semua kebutuhan rumah. Mana bisa dia membelikan belanjaan sebanyak itu untuk orang lain, misalnya wanita simpanan. Ah! Aku jadi tertawa sendiri. Mungkin bon itu milik penumpangnya, tapi kok bisa dia kantongin?

“Ayana...” suara Mas Hendra terdengar memanggilku.

Aku buru-buru memasukkan celana denim laki-laki itu ke dalam mesin cuci, dan menyalakan tombol on. Suara gerungan mesin cuci langsung memenuhi dapur bersamaan Mas Hendra muncul. Wajahnya yang tampan kemerahan karena terbakar sinar matahari, aslinya kulit laki-laki itu putih bersih. Sebenarnya Mas Hendra tidak cocok jadi driver ojek online, tapi mau bagaimana lagi namanya nasib.

Sejak menikah setahun lalu, laki-laki itu memang sudah bekerja sebagai driver ojek online. Karena pekerjaannya itu yang membuat aku bertemu dengan Mas Hendra, jadi aku bekerja di sebuah toko yang sering pulang malam. Entah kebetulan atau takdir, setiap pesan ojek online sampai tiga kali dapatnya Mas Hendra.

Jadi yang semula tidak kenal, yang semula acuh, yang semula hanya sebatas penumpang dan driver, menjadi akrab, dekat, dan berlanjut ke pelaminan. Pernikahanku tentu saja sederhana sekali, hanya akad nikah di depan orangtua dan saudaraku di Bandung, sementara saudara Mas Hendra tidak ada yang datang. Katanya dia sebatang kara di Jakarta, tapi kebaikan hatinya meluluhkan hatiku.

Sebab banyak laki-laki tampan, berada, tapi tidak banyak yang baik hati, dan bonusnya tampan. Mungkin itu anugerah Tuhan padaku setelah bekerja sekian lama untuk Ayah dan Ibu yang sudah tua di Bandung, tapi aku tetap berharap suatu saat Mas Hendra memiliki pekerjaan yang lebih baik, penghasilan lebih baik. Karena setelah menikah aku tidak bekerja lagi, hanya menerima jahitan dari tetangga kiri-kanan.

Pernah aku meminta untuk bekerja lagi, karena belum diberi momongan tapi Mas Hendra melarang. Alasannya aku tidak boleh capek, agar segera diberi momongan. Sebagai istri yang baik, aku menurut saja. Apalagi akhirnya usaha jahitanku cukup lumayan, dan masih bisa tetap mengurus suami di rumah.

“Mencuci kok melamun?” Mas Hendra mencolek pipiku, senyumnya mengembang menampakkan gigi yang yang putih dan rapi.

Aku tersipu.

Mas Hendra tampan sekali, dan kadang aku heran, mengapa Mas Hendra tidak jadi model saja, hehehe. Tapi kalau jadi model tidak mungkin bertemu aku, apalagi mau dengan aku yang hanya seorang pramuniaga.

“Oya, aku mau ke luar kota tiga hari. Lumayan, 3 hari dapat 2 juta, ini uangnya.” Mas Hendra memberikan  dua puluh lembar ratusan ribu ke telapak tanganku. “Kau boleh beli baju atau sepatu kalau mau. Sisanya jangan lupa ditabung,” katanya lembut.

Aku terdiam menerima uang sebanyak itu. Memang Mas Hendra selain menarik ojek online, memiliki job sampingan jadi sopir kendaraan pribadi yang suka disewa ke luar kota. Aku senang menerima uangnya, tapi sedihnya setiap dia keluar kota ponselnya selalu dimatikan. Alasannya biar lebih konsentrasi. Kadang aku sampai curiga, jangan-jangan Mas Hendra ke rumah wanita lain?

Post a Comment for "Rahasia Suamiku #2"